Selasa, 03 Maret 2015

LP EPILEPSI

laporan pendahuluan epilepsi

A.    PENGERTIAN
Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karekteristik kejang berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersifat reversibel (Dychan, 2008).
Epilepsi merupakan gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak yang dikarakteristikkan oleh kejang berulang. Kejang merupakan akibat dari pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran ringan, aktivitas motorik, atau gangguan fenomena sensori (Anonim, 2008).
Epilepsi didefinisikan sebagai suatu sindrom yang ditandai oleh gangguan fungsi otak yang bersifat sementara dan paroksismal, yang memberi manifestasi berupa gangguan, atau kehilangan kesadaran, gangguan motorik, sensorik, psikologik, dan sistem otonom, serta bersifat episodic (Turana, 2007).
B.     ETIOLOGI
Adapun penyebab epilepsi, yaitu: (Piogama, 2009)
1.      Epilepsi Primer (Idiopatik)
Epilepsi primer hingga kini tidak ditemukan penyebabnya, tidak ditemukan kelainan pada jaringan otak, diduga bahwa terdapat kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dan sel-sel saraf pada area jaringan otak yang abnormal.
2.      Epilepsi Sekunder (Simtomatik)
Epilepsi yang diketahui penyebabnya atau akibat adanya kelainan pada jaringan otak. Kelainan ini dapat disebabkan karena dibawa sejak lahir atau adanya jaringan parut sebagai akibat kerusakan otak pada waktu lahir atau pada masa perkembangan anak, cedera kepala (termasuk cedera selama atau sebelum kelahiran), gangguan metabolisme dan nutrisi (misalnya hipoglikemi, fenilketonuria (PKU), defisiensi vitamin B6), faktor-faktor toksik (putus alkohol, uremia), ensefalitis, anoksia, gangguan sirkulasi, dan neoplasma.
C.    FAKTOR PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI
Faktor predisposisi dan presipitasi yang dapat memicu timbulnya epilepsi: (Dychan, 2008).
1.      Demam, kurang tidur, keadaan emosional.
2.      Pernah menderita sakit berat, khususnya yang disertai dengan gangguan kesadaran, kejang-kejang.
3.      Pernah menderita cedera otak/operasi otak
4.      Pemakaian obat-obat tertentu
5.      Ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga
D.    PATOFISIOLOGI
Lesi di otak tengah, talamus, dan korteks serebrum
Kelainan biokimiawi di tingkat membran sel:
-          Instabilitas membran sel saraf, sehingga sel lebih mudah mengalami pengaktifan.
-          Neuron-neuron hipersensitif dengan ambang untuk melepaskan muatan menurun dan apabila terpicu akan melepaskan muatan menurun secara berlebihan.
-          Kelainan polarisasi (polarisasi berlebihan, hipopolarisasi, atau selang waktu dalam repolarisasi) yang disebabkan oleh kelebihan asetilkolin atau defisiensi asam gama-aminobutirat (GABA).
-          Ketidakseimbangan ion yang mengubah keseimbangan asam-basa atau elektrolit, yang mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron
-          Peningkatan berlebihan neurotransmitter aksitatorik atau deplesi neurotransmitter inhibitorik.







      E.     TANDA DAN GEJALA
Manifestasi dari epilepsi, yaitu: (Turana, 2007)
1.      Sawan Parsial (lokal, fokal)
a.       Sawan Parsial Sederhana : sawan parsial dengan kesadaran tetap normal
1)      Dengan gejala motorik:
-          Fokal motorik tidak menjalar: sawan terbatas pada satu bagian tubuh saja
-          Fokal motorik menjalar : sawan dimulai dari satu bagian tubuh dan menjalar meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson.
-          Versif : sawan disertai gerakan memutar kepala, mata, tubuh.
-          Postural : sawan disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam sikap tertentu
-          Disertai gangguan fonasi : sawan disertai arus bicara yang terhenti atau pasien mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu
2)      Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial; sawan disertai halusinasi sederhana yang mengenai kelima panca indera dan bangkitan yang disertai vertigo.
-          Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-tusuk jarum.
-          Visual : terlihat cahaya
-          Auditoris : terdengar sesuatu
-          Olfaktoris : terhidu sesuatu
-          Gustatoris : terkecap sesuatu
-          Disertai vertigo
3)      Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium, pucat, berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil).
4)      Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)
-          Disfagia : gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku kata, kata atau bagian kalimat.
-          Dimensia : gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah mengalami, mendengar, melihat, atau sebaliknya. Mungkin mendadak mengingat suatu peristiwa di masa lalu, merasa seperti melihatnya lagi.
-          Kognitif : gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.
-          Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut.
-          Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih besar.
-          Halusinasi kompleks (berstruktur) : mendengar ada yang bicara, musik, melihat suatu fenomena tertentu, dll.
b.      Sawan Parsial Kompleks (disertai gangguan kesadaran)
1)      Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : kesadaran mula-mula baik kemudian baru menurun.
-          Dengan gejala parsial sederhana {a1). - a4).} : gejala-gejala seperti pada golongan {a1). - a4).}  diikuti dengan menurunnya kesadaran.
-          Dengan automatisme, yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul dengan sendirinya, misalnya gerakan mengunyah, menelan, raut muka berubah seringkali seperti ketakutan, menata sesuatu, memegang kancing baju, berjalan, mengembara tak menentu, dll.
2)      Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun sejak permulaan kesadaran.
-          Hanya dengan penurunan kesadaran
-          Dengan automatisme
c.       Sawan Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik, tonik, klonik)
-          Sawan parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum.
-          Sawan parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum.
-          Sawan parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu berkembang menjadi bangkitan umum.
2.      Sawan Umum (Konvulsif atau NonKonvulsif)
a.       Sawan lena (absence)
Pada sawan ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak bicara. Biasanya sawan ini berlangsung selama ¼ – ½ menit dan biasanya dijumpai pada anak.
b.      Lena tak khas (atipical absence)
Gangguan tonus yang lebih jelas serta permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.
c.       Sawan Mioklonik
Pada sawan mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat atau lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau berulang-ulang. Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.
d.      Sawan Klonik
Pada sawan ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat, dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama sekali pada anak.
e.       Sawan Tonik
Pada sawan ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi tungkai. Sawan ini juga terjadi pada anak.
f.       Sawan Tonik-Klonik
Sawan ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda yang mendahului suatu sawan. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit diikuti kejang-kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena hembusan napas. Mungkin pula pasien kencing ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran yang masih rendah, atau langsung menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah, nyeri kepala.
g.      Sawan atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Sawan ini terutama sekali dijumpai pada anak.  
3.      Sawan Tak Tergolongkan
Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola mata yang ritmik, mengunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau pernapasan yang mendadak berhenti sederhana.
F.     KOMPLIKASI
Menurut (Pinzon, 2007) komplikasi yang mungkin timbul akibat epilepsi antara lain: cedera kepala, cedera mulut, luka bakar dan fraktur.
G.    PROGNOSIS
Pada dasarnya kualitas hidup penderita epilepsi lebih rendah daripada populasi normal, Penelitian Shackleton dkk (1999) menyimpulkan bahwa risiko kematian meningkat pada penyandang yang berumur kurang dari 20 tahun (RR 7,6, 95% CI 6,5-8,7). Standardized Mortality Ratio (SMR) pada laki-laki lebih tinggi dibanding perempuan 3,6 (95% CI 3,1-4,0) berbanding 2,6 (95% CI 2,2-3,0). Penelitian Camfield dkk (2002) menunjukkan bahwa prediktor utama terjadinya kematian pada penyandang epilepsi anak-anak adalah adanya defisit neurologis yang menyertai epilepsi (RR : 22,03, 95% CI 6,97-69,65). (Pinzon, 2007)
H.    PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN
1.                  Penatalaksanaan medis (Sri D, 2007)
Obat
Jenis epilepsi
Efek samping yg mungkin terjadi
Karbamazepin
Generalisata, parsial
Jumlah sel darah putih & sel darah merah berkurang
Etoksimid
Petit mal
Jumlah sel darah putih & sel darah merah berkurang
Gabapentin
Parsial
Tenang
Lamotrigin
Generalisata, parsial
Ruam kulit
Fenobarbital
Generalisata, parsial
Tenang
Fenitoin
Generalisata, parsial
Pembengkakan gusi
Primidon
Generalisata, parsial
Tenang
Valproat
Kejang infantil, petit mal
Penambahan berat badan, rambut rontok
2.                  Penatalaksanaan keperawatan
Tindakan yang dapat dilakukan, antara lain: (Sri D, 2007)
-    Jangan panik karena serangan akan berhenti sendiri
-    Bebaskan jalan nafas, longgarkan baju
-    Bila mulut terbuka, masukkan bahan empuk diantara gigi
-    Bila mulut tertutup jangan dibuka paksa
-    Miringkan kepala agar ludah keluar
-    Jangan memberi minum sebelum klien benar-benar sadar
I.       PENGKAJIAN
Hal-hal yang perlu dikaji pada penderita epilepsi, yaitu: (Anonim, 2008)
ANAMNESA
Perawat mengumpulkan informasi tentang riwayat kejang pasien. Pasien ditanyakan tentang faktor atau kejadian yang dapat menimbulkan kejang. Asupan alkohol dicatat. Efek epilepsi pada gaya hidup dikaji: Apakah ada keterbatasan yang ditimbulkan oleh gangguan kejang? Apakah pasien mempunyai program rekreasi? Kontak sosial? Apakah pengalaman kerja? Mekanisme koping apa yang digunakan? Obsevasi dan pengkajian selama dan setelah kejang akan membantu dalam mengindentifikasi tipe kejang dan penatalaksanaannya.
1.      Selama serangan :
-          Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan.
-          Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
-          Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
-          Apakah disertai komponen motorik seperti kejang tonik, kejang klonik, kejang tonik-klonik, kejang mioklonik, kejang atonik.
-          Apakah pasien menggigit lidah.
-          Apakah mulut berbuih.
-          Apakah ada inkontinen urin.
-          Apakah bibir atau muka berubah warna.
-          Apakah mata atau kepala menyimpang pada satu posisi.
-          Berapa lama gerakan tersebut, apakah lokasi atau sifatnya berubah pada satu sisi atau keduanya.
2.      Sesudah serangan
-          Apakah pasien : letargi , bingung, sakit kepala, otot-otot sakit, gangguan bicara
-          Apakah ada perubahan dalam gerakan.
-          Sesudah serangan apakah pasien masih ingat apa yang terjadi sebelum, selama dan sesudah serangan.
-          Apakah terjadi perubahan tingkat kesadaran, pernapasan atau frekuensi denyut jantung.
-          Evaluasi kemungkinan terjadi cedera selama kejang.
3.      Riwayat sebelum serangan
-          Apakah ada gangguan tingkah laku, emosi.
-          Apakah disertai aktivitas otonomik yaitu berkeringat, jantung berdebar.
-          Apakah ada aura yang mendahului serangan, baik sensori, auditorik, olfaktorik maupun visual.
4.      Riwayat Penyakit
-          Sejak kapan serangan terjadi.
-          Pada usia berapa serangan pertama.
-          Frekuensi serangan.
-          Apakah ada keadaan yang mempresipitasi serangan, seperti demam, kurang tidur, keadaan emosional.
-          Apakah penderita pernah menderita sakit berat, khususnya yang disertai dengan gangguan kesadaran, kejang-kejang.
-          Apakah pernah menderita cedera otak, operasi otak
-          Apakah makan obat-obat tertentu
-          Apakah ada riwayat penyakit yang sama dalam keluarga
PEMERIKSAAN FISIK
1.      Status Generalis
-          KU / kesadaran
-          Tanda Vital : TD, RR, N
-          Mata
-          THT
-          Leher
-          Jantung
-          Paru
-          Abdomen
-          Ekstremitas 
2.      Status Neurologis
-          Reflek fisiologis
-          Reflek patologis
PEMERIKSAAN PENUNJANG:
1.      CT Scan untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal, gangguan degeneratif serebral
2.      Elektroensefalogram (EEG) untuk mengklasifikasi tipe kejang, waktu serangan
3.      Magnetik Resonance Imaging (MRI)
4.      Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.
J.      DIAGNOSIS KEPERAWATAN
1.      Resiko cedera b.d perubahan kesadaran, kerusakan kognitif selama kejang, atau kerusakan mekanisme perlindungan diri.
2.      Bersihan jalan napas/pola napas tidak efektif b.d penurunan energi/adanya benda asing di jalan nafas saat kejang
3.      Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan b.d keterbatasan kognitif, kurang pemajanan, atau kesalahan interpretasi informasi.
4.      Gangguan harga diri b.d stigma berkenaan dengan kondisi, persepsi tentang penyakit
K.    RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Tindakan Keperawatan
Rasional
1
2
3
4
Resiko cedera b.d perubahan kesadaran, kerusakan kognitif selama kejang, atau kerusakan mekanisme perlindungan diri.
Bersihan jalan napas/pola napas tidak efektif b.d penurunan energi/adanya benda asing di jalan nafas saat kejang
Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan aturan pengobatan b.d keterbatasan kognitif, kurang pemajanan, atau kesalahan interpretasi informasi.
Gangguan harga diri b.d stigma berkenaan dengan kondisi, persepsi tentang penyakit
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan klien terhindar dari cedera, dengan kriteria hasil:
Neurological status:
Fungsi otonom dbn
Tidak ada kejang
Kontrol resiko:
faktor lingkungan yang beresiko terpantau
Symptom control:
Tanda dan gejala, sumber serta onset nya dapat teridentifikasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan bersihan jalan nafas/pola nafas kembali efektif dengan kriteria hasil:
NOC :
-    Respiratory status : Ventilation
-    Respiratory status : Airway patency
-    Vital sign Status
Kriteria Hasil :
-    Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
-    Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
-    Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan) 

Keluarga memiliki pengetahuan yang cukup setelah mendapatkan penjelasan dengan kriteria:

-    Keluarga mampu menjelaskan lagi tentang pengobatan dan penatalaksanaan pada klien epilepsy dengan menggunakan bahasanya sendiri.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan klien lebih percaya diri dengan kriteria hasil:
Family environment: internal, dengan indicator:
-      Selalu berpartisipasi aktif
-      Mendukung satu sama lain
Social interaction skill, dengan indicator:
-      Kooperatif
-      Asertif
-      Percaya
Environmental management safety:
-    Identifikasi keamanan yang di butuhkan klien baik fisik/kognitif 
-    Modifikasi lingkungan
-    Gunakan pelindung
NIC :

Airway Management

-    Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust bila perlu
-    Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
-    Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
-    Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
-    Monitor respirasi dan status O2
Oxygen Therapy
-    Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
-    Pertahankan jalan nafas yang paten
-    Pertahankan posisi pasien
Vital sign Monitoring
-    Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
-    Jelaskan pada keluarga tentang pengobatan epilepsi
-    Jelaskan pada keluarga tentang olahraga yang dapat dilakukan.
-    Jelaskan pada keluarga tentang efek samping penggunaan obat-obatan.
-    Observasi pengetahuan keluarga tentang penjelasan yang diberikan oleh petugas
Socialization enhancement
-    Melibatkan dalam aktivitas social
-    Memberikan pujian terhadap apa yang dilakukan
Support system enhancement
-    Mencatat respon psikologis terhadap situasi dan dukungan
-    Memastikan keadekuatan lingkungan social
-    Identifikasi support keluarga
-    Pantau kondisi keluarga
-    Memastikan klien berpartisipasi dalam aktivitas social dan masyarakat
-    Menjelaskan pada semua pihak bagaimana cara membantu klien
-    Dengan mengetahui level keamanan yang dibutuhkan, klien dapat terhindar dari cedera
-    Modifikasi lingkungan berfungsi untuk meminimalkan cedera yang mungkin terjadi
-    Pengaman akan meminimalkan mobilisasi dan mencegah dari situasi berbahaya
-    Jalan nafas yang terbuka akan memudahkan sirkulasi udara dalam tubuh
-    Pemasangan alat ditujukan untuk membentu pengembangan paru secara spontan
-    Adanya sekret menyebabkan sumbatan jalan nafas
-    Adanya sumbatan pada jalan nafas ditandai dengan perubahan suara paru
-    Kelainan pada pola jalan nafas dapat ditunjukkan dari status respirasi
-    Adanya sekret menyebabkan sumbatan jalan nafas
-    Kepatenan jalan nafas akan mempertahankan hidup
-    Posisi yang baik akan memaksimalkan ventilasi
-    Tanda vital merupakan indikator yang dapat diukur untuk mengetahui kecukupan suplai oksigen.
-    Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien dan keluarga mengerti tujuan dilakukannya pemberian terapi/ pengobatan.
-    Olahraga ringan dapat membantu meningkatkan compliance paru
-    Mencegah terjadinya komplikasi akibat efek samping pengobatan.
-    Kemampuan keluarga dalam memberikan penjelasan mencerminkan tingkat pemahaman keluarga.
-    Dengan dukungan lingkungan sosial rasa percaya diri akan terpupuk
-    Reinforcement positif  akan memberikan rasa bangga dan percaya diri
-    Untuk mengetahui sejauh mana klien percaya diri
-    Dengan dukungan lingkungan sosial rasa percaya diri akan terpupuk
-    Keluarga merupakan pendukung utama dalam membentuk rasa percaya diri
-    Klien adalah kunci utama terbentuknya percaya diri
-    Pihak luar (ex: masyarakat) sangat berpengaruh terhadap kepercayaan diri seseorang
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Epilepsi. www.nersunhas.com. (Diakses 13 Juli 2009).
Dychan. 2008. Epilepsi. www.medicastore.com. (Diakses 13 Juli 2009).
Turana, Yuda. 2007. Epilepsi dan gangguan fungsi kognitif. www.medikaholistikcom. (Diakses 13 Juli 2009).
NANDA, 2001, Nursing Diagnosis: Definition & Classification 2001-2002, Philadelphia, North American Nursing Diagnosis Association
Piogama. 2009. Epilepsi. www.wikipedia.com. (Diakses 13 Juli 2009).
Pinzon, Rizaldy. 2007. Dampak epilepsi pada aspek kehidupan penyandangnya. SMF Saraf RSUD Dr. M. Haulussy, Ambon, Indonesia.  
Sri D, Bambang. 2007. Epilepsi. Buku Ajar Ilmu Penyakit Syaraf PSIK UNSOED.
University IOWA., NIC and NOC Project., 1991, Nursing outcome Classifications,Nursing Intervention Classifications, Mosby,  USA 

1 komentar:

  1. New Casino App Download for Samsung Galaxy S7 Plus - JTM Hub
    Check 부천 출장안마 out the latest news about Samsung Galaxy S7 Plus on Jellybean, a mobile app with quick access 하남 출장마사지 to the latest 순천 출장샵 news, 나주 출장안마 updates and 충청북도 출장마사지

    BalasHapus