Rabu, 05 November 2014

ASKEP SEROSIS HEPATIS

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati diikuti dengan ploriferasi jaringan ikat, degenerasi, dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati. Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar pada pasien yang berusia 45 – 46 tahun setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit kanker). Di seluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan Bagian Penyakit Dalam. Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna bagian atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites, spontaneous bacterial peritonitis serta hepatosellular carcinoma.

1.2 Rumusan Masalah
  1. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari hati?
  2. Apa definisi dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik?
  3. Bagaimana etiologi dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik?
  4. Apa manifestasi klinis dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik?
  5. Bagaimana patofisiologi dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik?
  6. Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada penderita Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik?
  7. Bagaimana penatalaksanaan dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik?
  8. Apa saja komplikasi dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik?
  9. Bagaimana prognosis dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik?
10.  Bagaimana woc (web of caution) dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik?
11.  Bagaimana asuhan keperawatan yang harus dilakukan pada penderita Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik?

1.3 Tujuan 
1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan pengertian dan asuhan keperawatan pada klien dengan Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.
1.3.2 Tujuan Khusus
  1. Menjelaskan anatomi dan fisiologi Sirosis Hepatis.
  2. Menjelaskan definisi Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.
  3. Menjelaskan etiologi/ faktor pencetus Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.
  4. Menjelaskan manifestasi klinis dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.
  5. Menjelaskan patofisiologi Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.
  6. Menjelaskan pemeriksaan penunjang pada Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.
  7. Menjelaskan penatalaksanaan klien dengan Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.
  8. Menjelaskan komplikasi dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.
  9. Menjelaskan prognosis dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.
10.  Menjelaskan WOC Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.
11.  Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.

1.4 Manfaat
  1. Mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi Sirosis Hepatis.
  2. Mengetahui dan memahami definisi Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.
  3. Mengetahui dan memahami etiologi/ faktor pencetus Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.
  4. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.
  5. Mengetahui dan memahami patofisiologi Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.
  6. Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang pada Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.
  7. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.
  8. Mengetahui dan memahami komplikasi dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.
  9. Mengetahui dan memahami prognosis dari Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.
10.  Mengetahui dan memahami WOC Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.
11.  Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan Sirosis Hepatis dan ensefalopati hepatic/koma hepatik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Fisiologi Hati
Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 – 1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen. Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligament (Guyton, 2000).

                        Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fung hati yaitu :
1.    Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat
                        Pembentukan, perubahan dan pemecahan KH, lemak dan protein saling berkaitan 1 sama lain.Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen mjd glukosa disebut glikogenelisis.Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt  dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C)yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).
2.    Fungsi hati sebagai metabolisme lemak
                        Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis asam lemak Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :
  1. Senyawa 4 karbon – KETON BODIES
  2. Senyawa 2 karbon – ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol)
  3. Pembentukan cholesterol
  4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
                  Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kholesterol. Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid
3.    Fungsi hati sebagai metabolisme protein
                                    Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. dengan proses deaminasi,  hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino.Dengan proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan ∂ - globulin dan organ utama bagi produksi urea.Urea merupakan end product metabolisme protein.∂ - globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang β – globulin hanya dibentuk di dalam hati.albumin mengandung ± 584 asam amino dengan BM 66.000
4.    Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
                        Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi adalah faktor ekstrinsi, bila ada hubungan dengan katup jantung – yang beraksi adalah faktor intrinsik.Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.
5.    Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin
            Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, K
6.    Fungsi hati sebagai detoksikasi
                                    Hati adalah pusat detoksikasi tubuh, Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun, obat over dosis.
7.    Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas
                              Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ - globulin sebagai imun livers mechanism.
8.     Fungsi hemodinamik
                              Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500       cc/ menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica ± 25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari, shock.Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah (Guyton, 2000).

2.2 Definisi Sirosis Hepatis
Sirosis hepatis adalah stadium akhir penyakit hati menahun dimana secara anatomis didapatkan proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi dan nekrosis. Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat, dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut (Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001:1154).
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik yang ditandai oleh distorsi sususnan hati normal oleh pita-pita jaringan penyambung dan oleh nodul-nodul sel hati yang mengalami regenerasi yang tidak berhubungan dengan susunan normal (Sylvia Anderson, 2001:445).

2.3 Etiologi Sirosis Hepatis
Sirosis terjadi di hati sebagai respon terhadap cedera sel berulang dan reaksi peradangan yang di timbulkan. Penyebab sirosis antara lain adalah infeksi misalnya hepatitis dan obstruksi saluran empedu yang menyebabkan penimbunan empedu di kanalikulus dan ruptur kanalikulus, atau cedera hepatosit akibat toksin (Kelompok Diskusi Medikal Bedah Universitas Indonesia, tt).
Penyebab lain dari sirosis hepatis, yaitu:
  1. Alkohol, suatu penyebab yang paling umum dari sirosis, terutama di daerah Barat. Perkembangan sirosis tergantung pada jumlah dan keteraturan mengonsumsi alkohol. Mengonsumsi alkohol pada tingkat-tingkat yang tinggi dan kronis dapat melukai sel-sel hati. Alkohol menyebabkan suatu jajaran dari penyakit-penyakit hati, yaitu dari hati berlemak yang sederhana dan tidak rumit (steatosis), ke hati berlemak yang lebih serius dengan peradangan (steatohepatitis atau alcoholic hepatitis), ke sirosis.
  2. Sirosis kriptogenik, disebabkan oleh (penyebab-penyebab yang tidak teridentifikasi, misalnya untuk pencangkokan hati). Sirosis kriptogenik dapat menyebabkan kerusakan hati yang progresif dan menjurus pada sirosis, dan dapat pula menjurus pada kanker hati.
  3. Kelainan-kelainan genetik yang diturunkan/diwariskan berakibat pada akumulasi unsur-unsur beracun dalam hati yang menjurus pada kerusakan jaringan dan sirosis. Contohnya akumulasi besi yang abnormal (hemochromatosis) atau tembaga (penyakit Wilson). Pada hemochromatosis, pasien mewarisi suatu kecenderungan untuk menyerap suatu jumlah besi yang berlebihan dari makanan.
  4. Primary Biliary Cirrhosis (PBC) adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan dari sistem imun yang ditemukan pada sebagian besar wanita. Kelainan imunitas pada PBC menyebabkan peradangan dan kerusakan yang kronis dari pembuluh-pembuluh kecil empedu dalam hati. Pembuluh-pembuluh empedu adalah jalan-jalan dalam hati yang dilalui empedu menuju ke usus. Empedu adalah suatu cairan yang dihasilkan oleh hati yang mengandung unsur-unsur yang diperlukan untuk pencernaan dan penyerapan lemak dalam usus serta produk-produk sisa, seperti pigmen bilirubin (bilirubin dihasilkan dengan mengurai/memecah hemoglobin dari sel-sel darah merah yang tua).
  5. Primary Sclerosing Cholangitis (PSC) adalah suatu penyakit yang tidak umum yang seringkali ditemukan pada pasien dengan radang usus besar. Pada PSC, pembuluh-pembuluh empedu yang besar diluar hati menjadi meradang, menyempit, dan terhalangi. Rintangan pada aliran empedu menjurus pada infeksi-infeksi pembuluh-pembuluh empedu dan jaundice (kulit yang menguning) dan akhirnya menyebabkan sirosis.
  6. Hepatitis Autoimun adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh suatu kelainan sistem imun yang ditemukan lebih umum pada wanita. Aktivitas imun yang abnormal pada hepatitis autoimun menyebabkan peradangan dan penghancuran sel-sel hati (hepatocytes) yang progresif dan akhirnya menjurus pada sirosis.
  7. Bayi-bayi dapat dilahirkan tanpa pembuluh-pembuluh empedu (biliary atresia) kekurangan enzim-enzim vital untuk mengontrol gula-gula yang menjurus pada akumulasi gula-gula dan sirosis. Pada kejadian-kejadian yang jarang, ketidakhadiran dari suatu enzim spesifik dapat menyebabkan sirosis dan luka parut pada paru (kekurangan alpha 1 antitrypsin).
  8. Penyebab-penyebab sirosis yang lebih tidak umum termasuk reaksi-reaksi yang tidak umum pada beberapa obat-obatan dan paparan yang lama pada racun-racun, dan juga gagal jantung kronis (cardiac cirrhosis). Pada bagian-bagian tertentu dari dunia (terutama Afrika bagian utara), infeksi hati dengan suatu parasit (schistosomiasis) adalah penyebab yang paling umum dari penyakit hati dan sirosis (Kelompok Diskusi Medikal Bedah Universitas Indonesia, tt).

2.4 Klasifikasi Sirosis Hepatis
Terdiri atas:
  1. Etiologi (dibahas di etiologi sirosis hepatis)
  2. Morfologi
Secara makroskopik sirosis dibagi atas:
Mikronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur, di dalam septa parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut di seluruh lobul. Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm, sedang sirosis makronodular lebih dari 3mm. Sirosis mikronodular ada yang berubah menjadi makonodular sehingga dijumpai campuran mikro an makronodular.
Makronodular
Ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi, mengandung nodul yang besarnya juga bervariasi ada nodul besar di dalamnya ada daerah luasdengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim.
Campuran
Umumnya sirosis hati adalah jenis campuran ini.
Fungsional
Secara fungsi sirosis hati dibagi atas:
  1. Kompensasi baik (laten, sirosis dini)
  2. Dekompensasi (aktif disertai kegagalan hati dan hipertensi portal)

Kegagalan hati/ hepatoselular
Dapat timbul keluhan subjektif berupa lemah, berat badan turun, gembung, mual, dll.
1)      Spider nevi/angiomata pada kulit tubuh bagian atas, muka dan lengan atas
2)      Eritema Palmaris
3)      Asites
4)      Pertumbuhan rambut berkurang
5)      Atrofi testis dan ginekomastia pada pria
Sebagai tambahan dapat timbul:
6)      Ikterus/jaundice, subfebris, sirkulasi hiperkinetik dan factor hepatic
7)      Ensefalopati hepatic, bicara gagok/ slurred speech, flapping tremor akibat ammonia dan produksi nitrogen (akibat hipertensi portal dan kegagalan hati)
8)      Hipoalbuminemia, edema pretibial, gangguan koagulasi darah/ defisiensi protombin

Hipertensi portal
Bisa terjadi pertama akibat meningkatnya resistensi portal dan splanknik karena mengurangnya sirkulasi akibat fibrosis, dan kedua akibat meningkatnya aliran portal karena transmisi dari tekanan arteri hepatic ke system portal akibat distorsi arsitektur hati. Bisa disebabkan satu factor saja misalnya peningkatan resistensi atau aliran porta atau keduanya. Biasa yang dominan adalah peningkatan resistensi. Lokasi peningkatan resistensi bisa:
1)   Prehepatik, biasa konginetal, thrombosis vena porta waktu lahir. Tekanan splanknik meningkat tetapi tekanan portal intra hepatic normal. Peningkatan tekanan prehepatik bisa juga diakibatkan meningkatnya aliran splanknik karena fistula arteriovenosa atau mielofibrosis limfa.
2)   Intrahepatik
a)    Presinusoidal (fibrosis dan parasit)
b)   Sinusoidal (sirosis hati)
c)    Post-sinusoidal (veno oklusif)
Biasa terdapat lokasi obstruksi campuran
3)   Posthepatik karena perikarditis konstriktiva, insufiensi trikuspidal (Sjaifoellah, 2000).
Dalam buku Mary Baradero 2008, sirosis hepatis diklasifikasikan menjadi 4, antara lain:
Sirosis Laennec :
Sirosis ini disebabkan oleh alkoholisme dan malnutrisi. Pada awal tahap ini, hepar membesar dan mengeras. Namun, pada tahap akhir, hepar mengecil dan nodular.
Sirosis Pascanekrotik:
Terjadi nekrosis yang berat pada sirosis ini karena hepatotoksin biasanya berasal dari hepatitis virus. Hepar mengecil dengan banyak nodul dan jaringan fibrosa.
Sirosis Bilier:
Penyebabnya adalah obstruksi empedu dalam hepar dan duktus koleduktus komunis (duktus sitikus).
Sirosis Cardiac:
Penyebabnya adalh gagal jantung sisi kanan (gagal jantung kongestif).

2.5 Manifestasi Klinis Sirosis Hepatis
Pembesaran Hati ( hepatomegali ):
Pada awal perjalanan sirosis, hati cenderung membesar dan sel-selnya dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi. Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari pembesaran hati yang cepat sehingga mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati (kaosukalisoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut sehingga menyebabkan pengerutan jaringan hati.
Obstruksi Portal dan Asites:
Manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua darah dari organ-organ digestif akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Cairan yang kaya protein dan menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditujukan melalui perfusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Jarring-jaring telangiektasis atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jarring berwarna biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi terhadap wajah dan seluruh tubuh.
Varises Gastroinstestinal:
Obstruksi aliran darah lewat hati yang terjadi akibat perubahan fibrotik yang mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral dalam sistem gastrolintestinal dan pemintasan (shunting) darah dari pembuluh portal ke dalam pembulu darah dengan tekanan yang lebih rendah.
Edema:
Gejala lanjut lainnya pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi natrium serta air dan ekskresi kalium.
Defisiensi Vitamin dan Anemia:
Kerena pembentukan, penggunaan, dan penyimpanan vitamin tertentu yang tidak memadai (terutama vitamin A, C, dan K), maka tanda-tanda defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai khususnya sebagai fenomena hemoragi yang berkaitan dengan defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang tidak adekuat dan gangguan fungsi hati akan menimbulkan anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
Kemunduran mental:
Manifestasi klinik lainnya adalah kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati. Karena itu, pemeriksaan neurologi perlu dilakukan pada sirosis hepatis yang mencakup perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.
Manifestasi lainnya pada sirosis hepatis, yaitu:
  1. Mual-mual dan nafsu makan menurun
  2. Cepat lelah
  3. Kelemahan otot
  4. Penurunan berat badan
  5. Air kencing berwarna gelap
  6. Kadang-kadang hati teraba keras
  7. Ikterus, spider navi, erytema palmaris
  8. Hematemesis, melena

2.6 Patofisiologi Sirosis Hepatis
Hati dapat terlukai oleh berbagai macam sebab dan kejadian. Kejadian tersebut dapat terjadi dalam waktu yang singkat atau dalam keadan yang kronis atau perlukaan hati yang terus menerus yang terjadi pada peminum alcohol aktif. Hal ini kemudian membauat hati merespon kerusakan sel tersebut dengan membentuk ekstraselular matriks yang mengandung kolagen, glikoprotein, dan proteoglikans, dimana sel yang berperan dalam proses pembentukan ini adalah sel stellata. Pada cedera yang akut sel stellata membentuk kembali ekstraselular matriks ini dimana akan memicu timbulnya jaringan parut disertai terbentuknya septa fibrosa difus dan nodul sel hati sehingga ditemukan pembengkakan pada hati (Sujono, 2002).
Peningkatan deposisi kolagen pada perisinusoidal dan berkurangnya ukuran dari fenestra endotel hepatic menyebabkan kapilerisasi (ukuran pori seperti endotel kapiler) dari sinusoid. Sel stellata dalam memproduksi kolagen mengalami kontraksi yang cukup besar untuk menekan daerah perisinusoidal. Adanya kapilarisasi dan kontraktilitas sel stellata inilah yang menyebabkan penekanan pada banyak vena di hati sehingga mengganggu proses aliran darah ke sel hati dan pada akhirnya sel hati mati. Kematian hepatocytes dalam jumlah yang besar akan menyebabkan banyaknya fungsi hati yang rusak sehingga menyebabkan banyak gejala klinis. Kompresi dari vena pada hati akan menyebabkan hipertensi portal yang merupakan keadaan utama penyebab terjadinya manifestasi klinis (Sujono, 2002).
Mekanisme primer penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati. Selain itu, biasanya terjadi peningkatan aliran arteria splangnikus. Kombinasi kedua factor ini yaitu menurunnya aliran keluar melalui vena hepatica dan meningkatnya aliran masuk bersama-sama yang menghasilkan beban berlebihan pada system portal. Pembebasan system portal ini merangsang timbulnya aliran kolateral guna menghindari obstruksi hepatic (variseses) (Sujono, 2002).
Hipertensi portal ini mengakibatkan penurunan volume intravascular sehingga perfusi ginjal pun mneurun. Hal ini meningkatkan aktivitas plasma rennin sehingga aldosteron juga meningkat. Aldosteron berperan dalam mengatur keseimbangan elektrolit terutama natrium. Dengan peningkatan aldosteron maka terjadi retensi natrium yang pada akhirnya menyebabkan retensi cairan lama-lama menyebabkan asites dan juga edema (Sujono, 2002).
Penjelasan diatas menunjukkan bahwa sirosis hepatis merupakan penyakit hati menahun yang ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul dimana terjadi pembengkakan hati. Patofisiologi sirosis hepatis sendiri dimulai dengan proses peradangan, lalu nekrosis hati yang meluas yang akhirnya menyebabkan pembentukan jaringan ikat yang disertai nodul (Sujono, 2002).

2.7 Pemeriksaan Penunjang Sirosis Hepatis
Pemeriksaan Diagnostik
  1. Skan/biopsy hati : Mendeteksi infiltrate lemak, fibrosis, kerusakan jaringan hati
  2. Kolesistografai/Kolangiografi : Memperlihatkan penyakit duktus empedu yang mungkin sebagai factor predisposisi.
  3. Esofagoskopi : Dapat melihat adanya varises esophagus
  4. Portografi Transhepatik perkutaneus : Memperlihatkan sirkulasi system vena  portal
Pemeriksaan Laboratorium
  1. Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun (leukopenia), dan trombositopenia.
  2. Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel yang rusak. Namun, tidak meningkat pada sirosis inaktif.
  3. Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun.
  4. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati.
  5. masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.
  6. pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan ketidakmampuan sel hati membentuk glikogen.
  7. Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab sirosis hati seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan sebagainya.
  8. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila AFP terus meninggi atau >500-1.000 berarti telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya kanker hati primer (hepatoma).
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain ultrasonografi (USG), pemeriksaan radiologi dengan menelan bubur barium untuk melihat varises esofagus, pemeriksaan esofagoskopi untuk melihat besar dan panjang varises serta sumber pendarahan, pemeriksaan sidikan hati dengan penyuntikan zat kontras, CT scan, angografi, dan endoscopic retrograde chlangiopancreatography (ERCP) (Sjaifoellah, 2000).

2.8 Penatalaksanaan Sirosis Hepatis
Penatalaksaan pasien sirosis biasanya didasarkan pada gejala yang ada. Sebagai contoh, antasid diberikan untuk mengurangi distress lambung dan meminimalkan kemungkinan perdarahan gastrointestinal. Vitamin dan suplemen nutrisi akan meningkatkan proses kesembuhan pada sel-sel hati yang rusak dan memperbaiki status gizi pasien. Pemberian preparat diuretik yang mempertahankan kalium (spironolakton) mungkin diperlukan untuk mengurangi asites dan meminimalkan perubahan cairan serta elektrolit yang umum terjadi pada penggunaan jenis diuretik lainnya (Sjaifoellah, 2000).
 Penatalaksaan lainnya pada sirosis hepatis, yaitu:
  1. Istirahat yang cukup sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
  2. Diet rendah protein (diet hati III: protein 1 g/kg BB, 55 g protein, 2.000 kalori). Bila ada ascites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2.000 mg). Bila proses tidak aktif, diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3.000 kalori) dan tinggi protein (80-125 g/hari).
Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan (diet hati I) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien atau meningginya hasil metabolisme protein dalam darah visceral dapat mengakibatkan timbulnya koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
  1. Mengatasi infeksi dengan antibiotik. Diusahakan memakai obat-obatan yang jelas tiak hepatotoksik.
  2. Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan pemberian asma amino esensial berantai cabang dan glukosa.
  3. Roboransia. Vitamin B Kompleks yang cukup. Dilarang makan-makanan yang mengandung alkohol.
            Penatalaksanaan pada asites dan edema, yaitu:
  1. Istirahat dan diet rendah garam.
  2. Bila istirahat dan diet rendah garam tidak dapat mengatasi, diberikan pengobatan diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila setelah 3-4 hari tidak terdapat perubahan.
  3. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi medikamentosa yang intensif) lakukan terapi parasentesis.
  4. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1kg/2 hari atau keseimbangan cairan negative 600-800 ml/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam satu saat, dapat mencetus ensefalopati hepatic (Sjaifoellah, 2000).

Pengobatan sirosis hati pada prinsipnya berupa :
1. Simtomatis
2. Supportif, yaitu :
a. Istirahat yang cukup
b. Pengaturan makanan yang cukup dan seimbang;
             misalnya : cukup kalori, protein 1gr/kgBB/hari dan vitamin
c. Pengobatan berdasarkan etiologi
Misalnya pada sirosis hati akibat infeksi virus C dapat dicoba dengan interferon.         Sekarang telah dikembangkan perubahan strategi terapi bagian pasien dengan hepatitis C kronik yang belum pernah mendapatkan, pengobatan IFN seperti :
            a) kombinasi IFN dengan ribavirin
b) terapi induksi IFN
c) terapi dosis IFN tiap hari
1)   Terapi kombinasi IFN dan Ribavirin terdiri dari IFN 3 juta unit 3 x seminggu dan RIB 1000-2000 mg perhari tergantung berat badan(1000mg untuk berat badan kurang dari 75kg) yang diberikan untukjangka waktu 24-48 minggu.
2)   Terapi induksi Interferon yaitu interferon diberikan dengan dosis yang lebih tinggi dari 3 juta unit setiap hari untuk 2-4 minggu yang  dilanjutkan dengan 3 juta unit 3 x seminggu selama 48 minggudengan atau tanpa kombinasiRIB
3)   Terapi dosis interferon setiap hari. Dasar pemberian IFN dengan dosis 3 juta atau 5 juta unit tiap hari sampai HCV-RNA negatif di serum dan jaringan hati.
3. Pengobatan yang spesifik dari sirosishati akan diberikan jika telah terjadi   komplikasi seperti ;
1. Asites
2. Spontaneous bacterial peritonitis
3. Hepatorenal syndrome
4. Ensefalophaty hepatic (Brunner & Suddarth, 2008).

2.9 Komplikasi Sirosis Hepatis
Komplikasi yang sering timbul pada penderita Sirosis Hepatis diantaranya adalah:
1. Perdarahan Gastrointestinal
                        Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi hipertensi portal, dan timbul varises esophagus. Varises esophagus yang terjadi pada suatu waktu mudah pecah, sehingga timbul perdarahan yang massif. Sifat perdarahan yang ditimbulkan adalah muntah darah atau hematemesis biasanya mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri di epigastrium. Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak akan membeku, karena sudah tercampur dengan asam lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan melena (Sujono Hadi). Mungkin juga perdarahan pada penderita Sirosis Hepatis tidak hanya disebabkan oleh pecahnya varises esophagus saja. FAINER dan HALSTED pada tahun 1965 melaporkan dari 76 penderita Sirosis Hepatis dengan perdarahan ditemukan 62% disebabkan oleh pecahnya varises esofagii, 18% karena ulkus peptikum dan 5% karena erosi lambung.
2. Koma hepatikum
                        Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis Hepatis adalah koma hepatikum. Timbulnya koma hepatikum dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri yang sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma hepatikum primer. Dapat pula koma hepatikum timbul sebagai akibat perdarahan, parasentese, gangguan elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan disebut koma hepatikum sekunder.
Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan metabolisme protein, dan berkurangnya pembentukan asam glukoronat dan sulfat. Demikian pula proses detoksifikasi berkurang. Pada keadaan normal, amoniak akan diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke dalam hati, kemudian oleh sel hati diubah menjadi urea. Pada penderita dengan kerusakan sel hati yang berat, banyak amoniak yang bebas beredar dalam darah. Oleh karena sel hati tidak dapat mengubah amoniak menjadi urea lagi, akhirnya amoniak menuju ke otak dan bersifat toksik/iritatif pada otak.
3. Ulkus peptikum
                        Timbulnya ulkus peptikum pada penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila dibandingkan dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan.
4. Karsinoma hepatoselular
                        SHERLOCK (1968) melaporkan dari 1073 penderita karsinoma hati menemukan 61,3 % penderita disertai dengan Sirosis Hepatis. Kemungkinan timbulnya karsinoma pada Sirosis Hepatis terutama pada bentuk postnekrotik ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi karsinoma yang multiple.
5. Infeksi
                        Setiap  penurunan kondisi badan akan mudah kena infeksi, termasuk juga penderita sirosis, kondisi badannya menurun. Menurut Schiff, spellberg infeksi yang sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah : peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis, perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi (Sujono, 2002).

2.10 Prognosis Sirosis Hepatis
Sampai sat ini belum ada bukti bahwa penyakit sirosis hepatis revesible. Sirosis yang disebabkan hemokromatosis dan penyakit Wilson’s ternyata pada proses penyembuhan timbul regresi jaringan ikat. Sirosis karena alcohol prognosisnya baik bila pasien berhenti minum alcohol.
Sebaiknya sirosis jangan dianggap penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi, minimal penyakit ini dapat dipertahankan dalam stadium kompensasi. Secara klasifikasi child yang dikembangkan maka keadaan di bawah ini dianggap petunjuk suatu prognosis tidak baik dari pasien sirosis.
  1. Ikterus yang menetap atau bilirubin daerah > 1,5 mg%.
  2. Asites refrakter atau memerlukan diuretic dosis besar.
  3. Kadar albumin rendah (<2,5 g%)
  4. Kesadaran menurun atau ensefalopati hepatic spontan tanpa factor pencetus luar. Gagal hati tanpa factor pencetus luar mempunyai prognosis lebih jelek dari pada yang jelas factor pencetusnya.
  5. Hati mengecil
  6. Pendarahan akibat pecahnya varises esophagus.
  7. Komplikasi
  8. Kadar protombin rendah.
  9. Kadar natrium darah yang rendah (<120 meq/l), tekanan sistolik kurang dari 100 mmHg.
  10. CHE rendah, sedian biopsy yang banyak mengandung nekrosis fokal dan sedikit peradangan.
Peradangan tergantung pada luasnya kerusakan hati/kegagalan hepatosesular, beratnya hipertensi portal dan timbulnya komplikasi lain. Penyebab kematian 500 kasus sirosis hati (heterogen, Kopenhagen) adalah sebagai berikut
43% Penyebab kematian di luar hati
        22% oleh kardiovaskuler
        9% keganasan ekstra hepatik
        7% infeksi
        5% di luar hati lainnya

57% penyebab kematian pada hati.
        13% kegagalan hati disertai pendarahan saluran cerna
        14% pendarahan saja
        4% kanker hati primer/hepatoma
        2% hati lainnya (Marry, 2008)

2.12 Asuhan Keperawatan
Pengkajian 
Identitas Klien
     Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan penanggung biaya.

Riwayat Sakit dan Kesehatan
Riwayat Kesehatan Sekarang:
Mengapa pasien masuk Rumah Sakit dan apa keluahan utama pasien, sehingga dapat ditegakkan prioritas masalah keperawatan yang dapat muncul.
Riwayat Kesehatan Sebelumnya:
Apakah pasien pernah dirawat dengan penyakit yang sama atau penyakit lain yang berhubungan dengan penyakit hati, sehingga menyebabkan penyakit Sirosis hepatis. Apakah pernah sebagai pengguna alkohol dalam jangka waktu yang lama disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani pasien. Selain itu apakah pasien memiliki penyakit hepatitis, obstruksi empedu, atau bahkan pernah mengalami gagal jantung kanan.
Riwayat Kesehatan Keluarga:
Adakah penyakit-penyakit yang dalam keluarga sehingga membawa dampak berat pada keadaan atau yang menyebabkan Sirosis hepatis, seperti keadaan sakit DM, hipertensi,ginjal yang ada dalam keluarga. Hal ini penting dilakukan bila ada gejala-gejala yang memang bawaan dari keluarga pasien.
Riwayat Tumbuh Kembang:
Kelainan-kelainan fisik atau kematangan dari perkembangan dan pertumbuhan seseorang yang dapat mempengaruhi keadaan penyakit, seperti ada riwayat pernah icterus saat lahir yang lama, atau lahir premature, kelengkapan imunisasi, pada form yang tersedia tidak terdapat isian yang berkaitan dengan riwayat tumbuh kembang.
Riwayat Sosial Ekonomi:
Apakah pasien suka berkumpul dengan orang-orang sekitar yang pernah mengalami penyakit hepatitis, berkumpul dengan orang-orang yang dampaknya mempengaruhi perilaku pasien yaitu peminum alcohol, karena keadaan lingkungan sekitar yang tidak sehat.
Riwayat Psikologi:
Bagaimana pasien menghadapi penyakitnya saat ini apakah pasien dapat menerima, ada tekanan psikologis berhubungan dengan sakitnya. Kita kaji tingkah laku dan kepribadian,karena pada pasien dengan sirosis hepatis dimungkinkan terjadi perubahan tingkah laku dan kepribadian, emosi labil, menarik diri, dan depresi. Fatique dan letargi dapat muncul akibat perasaan pasien akan sakitnya. Dapat juga terjadi gangguan body image akibat dari edema,gangguan integument, dan terpasangnya alat-alat invasive (seperti infuse, kateter).Terjadinya perubahan gaya hidup, perubaha peran dan tanggungjawab keluarga, danperubahan status financial
3. Pemeriksaan Fisik
Tanda – tanda vital dan pemeriksaan fisik Kepala – kakiTD, Nadi, Respirasi, Temperatur yang merupakan tolak ukur dari keadaan umumpasien / kondisi pasien dan termasuk pemeriksaan dari kepala sampai kaki dan lebihfocus pada pemeriksaan organ seperti hati, abdomen, limpa dengan menggunakan prinsip-prinsip inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi), disamping itu juga penimbangan BB dan pengukuran tinggi badan dan LLA untuk mengetahui adanya penambahan BB karena retreksi cairan dalam tubuh disamping juga untuk menentukan tingakat gangguan nutrisi yang terjadi, sehingga dapat dihitung kebutuhan Nutrisi yang dibutuhkan.
  1. Hati : perkiraan besar hati, bila ditemukan hati membesar tanda awal adanya cirosis hepatis, tapi bila hati mengecil prognosis kurang baik, konsistensi biasanya kenyal / firm, pinggir hati tumpul dan ada nyeri tekan padaperabaan hati.
  2. Limpa: ada pembesaran limpa, dapat diukur dengan 2 cara :-Schuffner, hati membesar ke medial dan ke bawah menuju umbilicus (S-I-IV) dan dari umbilicus ke SIAS kanan (S V-VIII)-Hacket, bila limpa membesar ke arah bawah saja.
  3.  Pada abdomen dan ekstra abdomen dapat diperhatikan adanya vena kolateral dan acites, manifestasi diluar perut: perhatikan adanya spinder nevi pada tubuh bagian atas, bahu, leher, dada, pinggang, caput medussae dan tubuh bagian bawah, perlunya diperhatikan adanya eritema palmaris, ginekomastiadan atropi testis pada pria, bias juga ditemukan hemoroid
Metabolism steroid seks pria (esterogen, progesterone, testoteron) menurun, akibatnya sifat-sifat kepriaan menurun diganti sifat-sifat kewanitaan karena estrogen meningkat. Pada wanita, sifat-sifat kewanitaan menurun karena testoteron meningkat.

4. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
  1. B1 (Breathing) : sesak, keterbatasan ekspansi dada karena hidrotoraks dan asites.
    1. B2 (Blood)      : pendarahan, anemia, menstruari menghilang. Obstruksi pengeluaran empedu mengakibatkan absorpsi lemak menurun, sehingga absorpsi vitamin K menurun. Akibatnya, factor-faktor pembekuan darah menurun dan menimbulkan pendarahan. Produksi pembekuan darah menurun yang mengakibatkan gangguan pembekuan darah, selanjutnya cenderung mengalami pendarahan dan mengakibatkan anemia. produksi albumin menurun mengakibatkan penurunan tekanan osmotic koloid, yang akhirnya menimbulkan edema dan asites. Gangguan system imun : sistesis protein secara umum menurun, sehingga menggangu system imun, akhirnya penyembuhan melambat.
    2. B3 (Brain)       : Kesadaran dan keadaan umum pasien Perlu dikaji tingkat kesadaran pasien dari sadar – tidak sadar (composmentis – coma) untuk mengetahui berat ringannya prognosis penyakit pasien, kekacuan fungsi dari hepar salah satunya membawa dampak yang tidak langsung terhadap penurunan kesadaran, salah satunya dengan adanya anemia menyebabkan pasokanO2 ke jaringan kurang termasuk pada otak.
    3. B4 (Bladder)     : urine berwarna kuning tua dan berbuih. Bilirubin tak-terkonjugasi meningkat bilirubin dalam urine dan ikterik serta pruritus
    4. B5 (Bowel)       : anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen. Vena-vena gastrointestinal menyempit, terjadi inflamasi hepar, fungsi gastrointestinal terganggu. Sintetisb asam lemak dan trigliserida meningkat yang mengakibatkan hepar berlemak, akhirnya menjadi hepatomegali : oksidasi asam lemak menurun yang menyebabkan penurunan produksi tenaga. Akibatnya, berat badan menurun.
    5. f.          B6 (Bone)         : keletihan, metabolism tubuh meningkat produksi energy kurang. Glikogenesis meningkat, glikogenolisis dan glikoneogenesis meningkat yang menyebabkan gangguan metabolisme glukosa. Akibatnya terjadi penurunan tenaga (Marry, 2008).  

Masalah Keperawatan yang Muncul
Data subjektif
  1. Keluahan : anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen.
  2. Kulit, selaput lender, sclera : kekuning-kuningan, gatal, urine berwarna kuning tua dan berbuih.
  3. Kebiasaan : merokok, minum alcohol, obat-obatan terlarang, dan sebagainya.
  4. Seksualitas : impoten, libido menurun, menstruasi menghilang.
Data objektif
  1. Tanda vital tekanan darah menunjukkan tekanan darah ortostatik.
  2. Kulit dan skelra : ikterik, petekie, hematoma, luka bekas garukan, spider angioma, eritema palmar, edema, ginekomastia.
  3. Abdomen : gerakan paristaltik (auskultasi), distensi abdomen, nyeri tekan, pembesaran hepar dan limpa, asites, dilatasi vena pada abdomen (kaput medusea).
  4. Neuromuscular : pengecilan otot-otot, koorsinasi berkurang, tremor, perubahan orientasi.

     Diagnosa Keperawatan
  1. Ketidakefektifan pola nafas berbubungan dengan keterbatasan ekspansi dada karena hidrotoraks dan ascites.
  2. Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat (anoreksia, nausea, vomitus).
  3. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi cairan karena aldosteron menigkat, dan tekanan osmotic koloid menurun.
  4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fisiologis seperti ikterik, asites, edema, ginekomastia.
  5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritus.
  6. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan hipoksia akibat hipoventilasi.
  7. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan metabolisme tubuh meningkat sehingga produksi energi kurang, anemia, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.
  8. Perdarahan berhubungan dengan penurunan absorbsi vit. K dan terjadinya hemoroid.
  9. Anemi berhubungan dengan perdarahan dan gangguan produksi sel darah merah akibat splenomegali.
  10. Perubahan proses pikir berhubungan dengan peningkatan kadar amonia serum.
  11. Nyeri berhubungan dengan peningkatan trigliserida yang mengakibatkan hepatomegali.
  12. Potensial infeksi berhubungan dengan perubahan metabolism protein, fungsi fagosit hepar lumpuh, kurangnya leukosit (akibat splenomegali).
  13. Gangguan harga diri berhubungan dengan terjadinya amenore.

       Intervensi Keperawatan
  1. Diagnosa keperawatan : Ketidakefektifan pola nafas berbubungan dengan keterbatasan ekspansi dada karena hidrotoraks dan asites.
Tujuan                         :  Pola nafas kembali efektif
Kriteria hasil                :  Bebas dispnea dan sianosis, GDA dalam rentang normal, pola nafas efektif, kapasitas vital alam rentang normal.
Intervensi
Rasional
Kolaborasi
Berikan tambahan O2 sesuai indikasi.



Penanganan ascites; istirahat dan diet rendah garam.




Mandiri
Pertahankan kepala tempat tidur tinggi. Posisi miring.

Awasi frekuensi, kedalaman dan upaya pernafasan.

Selidiki perubahan tingkat kesadaran



Mungkin perlu mengobati/mencegah hipoksia. Bila pernapasan/oksigenasi tidak adekuat, ventilasi mekanik sesuai kebutuhan.
Bila istirahat dan diet rendah garam tidak dapat mengatasi, diberikan pengobatan diuretik berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila setelah 3-4 hari tidak terdapat perubahan.

Memudahkan pernafasan dengan menurunkan takanan pada diafragma dan meminimalkan ukuran aspirasi secret.
Pernafasan dangkal cepat/dispnea mungkin ada sehubungan dengan hipoksia dan atau akumulasi cairan dalam abdomen.
Perubahan mental dapat menunjukkan hipoksemia dan gagal pernafasan yang sering disertai koma hepatik.

2.Diagnosa keperawatan : Perubahan status nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat (anoreksia, nausea, vomitus)
Tujuan                         :  Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria hasil                 : Tidak mengalami tanda malnutrisi lebih lanjut (mata tidak cowong, turgor kulit baik, tidak terjadi anemia), menunjukkan peningkatan berat badan progresif mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal.

Intervensi
Rasional
Kolaborasi
Konsul denga ahli diet untuk emberikan diet tinggi dalam kalori dan karbohidrat sederhana, rendah lemak dan tinggi protein sedang; batasi natrium bila perlu. Berikan tambahan cairan sesuai indikasi.





Awasi pemeriksaan laboratorium, contoh glukosa serum, albumin, total protein, amonia





Berikan obat sesuai dengan indikasi: Tambahan vitamin, thiamin, besi, asam folat dan Enzimpencernaan



Pemberian antiemetik

Mandiri 
Berikan makanan sedikit dan sering sesuai dengan diet.
Ukur masukan diet harian dengan jumlah kalori.
Bantu dan dorong pasien untuk makan; jelaskan alasan tipe diet. Beri pasien makan bila pasien mudah lelah, atau biarkan orang terdekat membantu pasien. Pertimbangkan makanan yang disukai.
Dorong pasien untuk makan semua makanan atau makanan tambahan.


Berikan makanan halus, hindari makanan kasar sesuai indikasi.

Kalori dibutuhkan pada kebanyakan pasien yang pemasukannya dibatasi, karbohidrat memberi ennergi siap pakai. Lemak sulit diserap. Protein diperlukan untuk menurunkan edema dan meningkatkan regenerasi sel hati. Catatan: Protein dan makanan tinggi ammonia dibatasi bila kadar ammonia meninggi atau pasien mempunyai tanda klinis ensefalopati hepatic.
Glukosa menuurn karena gangguan glikogenesis, penurunan simpanan glikogen, atau masukan tak adekuat. Protein menurun karena gangguan metabolism, penurunan sintesis hepatic, atau ascites. Peningkatan kadar ammonia perlu pembatasan masukan protein untuk mencegah komplikasi serius.
 Hati yang rusak tidak dapat menyimpan Vitamin A, B kompleks, D dan K, juga terjadi kekurangan besi dan asam folat yang menimbulkan anemia. Dan meningkatkan pencernaan lemak dan dapat menurunkan diare.
Untuk menghilangkan mual atau muntah dan dapat meningkatkan pemasukan oral.

Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status uremik.
Memberikan informasi tentang kebutuhan pemasukan atau defisiensi.
Diet yang tepat penting untuk penyembuhan. Pasien mungkin makan lebih baik bila keluarga terlibat dan makanan yang disuka sebanyak mungkin.

Pasien mungkinmencungkil atau hanya makan sedikit gigitan karena kehilangan minat pada makanan dan mengalami mual, kelemahan umum, malaise.
Perdarahan dari varises esophagus dapat terjadi pada sirosis berat.

  1. Diagnosa keperawatan : Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan retensi cairan karena aldosteron menigkat, dan tekanan osmotic koloid menurun.
Tujuan                         : Mengurangi retensi cairan dalam area ekstravaskuler
            Kriteria hasil                : Volume cairan stabil, keseimbangan pemasukan dan pengeluatan, tidak ada edema, berat badan stabil, tanda vital dalam raentang normal.
Intervensi
Rasional
Kolaborasi
Berikan albumin bebas garam atau plasma ekpander sesuai indikasi.




Berikan obat sesuai indikasi : diuretic, contok (aldakton) : furosemid (lasix)




Mandiri
Ukur masukan dan haluaran, catat keseimbangan positif (pemasukan melebihi pengeluaran). Timbang berat badan tiap hari, dan catat peningkatan lebih dari 0,5 kg/hari.
Ukur lingkar abdomen.


Dorong untuk tirah baring bila ada asites.


Albumin mungkin diperlukan untuk meningkatkan tekanan osmotic koloid dalam kompartemen vaskuler, sehingga meningkatkan volume sirkulasi efektif dan penurunan terjadinya asites.

Digunakan untuk mengontrol edema dan asites. Menghambat efek aldosteron, meningkatkan ekskresi air sambil menghemat kalium, bila terapi konservatif dengan tirah baring dan pembatasan natrium tidak mengatasi.

Menunjukkan status volume sirkulasi, terjadinya perbaikan pindahan cairan, dan respon terhadap terapi. Keseimbangan positif/peningkatan berat badan sering menunjukkan retensi cairan lanjut.
Menunjukkan akumulasi secret (asites) diakibatkan oleh kehilangn protein plasma/cairan kedalam area peritoneal.
Dapat meningkatkan posisi rekumben untuk diuresis.

4. Diagnosa keperawatan : Gangguan citra tubuh berhubungan dengan perubahan fisiologis seperti ikterik, asites, edema, ginekomastia.
Tujuan                 : Mempertahankan koping yang efektif.
            Kriteria hasil         : Pemahaman akan perubahan dan penerimaan diri pada situasi yang ada, mengidentifikasi perasaan dan metode koping persepsi diri negatif.
Intervensi
Rasional
Kolaborasi
Rujuk ke pelayanan pendukung, contoh konselor, psikiatrik, pelayanan social, pendeta, atau program pengobatan alcohol.

Mandiri
Diskusiskan situasi/dorong pernyataan takut/masalah. Jelaskan hubungan antar gejala dengan asal penyakit.


Dukung dan dorong pasien, berikan perawatan dengan positif, perilaku bersahabat.


Bantu pasien atau orang terdekat untuk mengatasi perubaha pada penampilan; anjurkan memakai baju yang tidak menonjolkan gangguan penampilan contoh menggunakan pakaian merah, biru, hitam.

Peningkatan kerentanan atau maslah sehubungan dengan penyakit ini memerlukan sumber professional pelayanan tambahan.

Pasien sangat  sensitive terhadap perubahan tubuh dan juga mengalami perasaan bersalah bila penyebab berhubungan dengan alcohol 80% atau penggunaan obat lain.
Pemberi perawatan kadang-kadang memungkinkan penilaian perasaan untuk mempengaruhi perawatan pasien dan kebutuhan untuk membuat upaya untuk membantu pasien merasakan nilai pribadi.
Pasien dapat menunjukkan penampilan kurang menarik sehubungan dengan ikterik ascites, area ekimosis. Memberikan dukungan dapat meningkatkan harga diri dan rasa kontrol.

5. Diagnosa keperawatan : Gangguan integritas kulit berhubungan dengan pruritus.
Tujuan             :  Mengurangi kerusakan kulit.
             Kriteria hasil      : Mempertahnkan Integritas kulit, menunjukkan perilaku/teknik untuk mencegah kerusakan kulit.
Intervensi
Rasional
Mandiri
Batasi natrium seperti yang diresepkan
Berikan perhatian dan perawatan yang cermat pada kulit.

Ubah posisi tidur pasien dengan sering.

Tinggikan ekstremitas bawah.

Lakukan latihan gerak secara pasif atau aktif
Letakkan bantalan busa yang kecil dibawah tumit, maleolus dan tonjolan tulang lainnya.

Meminimalkan pembentukan edema.
Jaringan dan kulit yang edematus mengganggu suplai nutrien dan sangat rentanterhadap tekanan serta trauma.
Meminimalkan tekanan yang lama dan meningkatkan mobilisasi edema.
Meningkatkan aliran balik vena dan menurunkan edema pada ekstremitas.
Meningkatkan sirkulasi dan perbaikan atau mempertahankan mobilitas sendi.
Melindungi tonjolan tulang dan meminimalkan trauma jika dilakukan dengan benar.

Evaluasi
Evaluasi dilaksanakan setiap saat setelah rencana keperawatan dilakukan sedangkan cara melakukan evaluasi sesuai dengan criteria keberhasilan pada tujuan rencana keparawatan.

BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sirosis hepatis adalah penyakit kronik yang ditandai oleh distorsi sususnan hati normal oleh pita-pita jaringan penyambung dan oleh nodul-nodul sel hati yang mengalami regenerasi yang tidak berhubungan dengan susunan normal (Sylvia Anderson,2001:445).
Ensefalopati hepatic merupakan sindrom neuropsikiatrrik pada penderita penyakit hati berat. Sindrom ini ditandai dengan keekacauan mental, tremor otot dan flapping tremor yang dinamakan asteriksis (Price et al, 1995).
Pada keadaan sirosis hati lanjut, terjadi pemecahan protein otot.Dengan demikian, diharapkan cadangan energi lebih banyak, stadium kompensata dapat dipertahankan, dan penderita tidak mudah jatuh pada keadaan koma.
4.2 Saran
Dari kedua kasus diatas yaitu sirosis hepatis dan enselopati hepatic merupakan suatu keadaan masalah  kesehatan yang sangat kompleks. Oleh sebab itu diharapkan perawat mampu menerapkan pola suhan  keperawatan yang tepat dari pengkajian hingga intervensi yang diberikan.

DAFTAR PUSTAKA


hhtp://chunlawkeperawatan.blogspot.com
Baradero, mary. 2008. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Hati. Penerbit buku kedocteran egc. Jakarta.
Black & Hawks. 2005. Medical surgical nursing : Clinical management for positive outcome. St.Louis : Elvier Saunders
Brunner & Suddarth. 2008. Textbook of medical surgical nursing, eleventh edition. Philadelpia: Lippincott William & Wilkins
Doenges, Marilynn E, Mary Frances Moorhouse dan Alice C. Geisser. (1999). Rencana asuhankeperawatan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: PenerbitBuku Kedokteran (EGC
Elizabeth J. Corwin. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Johnson, M. et.al. 2000. Nursing Outcome Classification (NOC) 2nd ed. USA: Mosby
McCloskey, J. C. & Bulechek, G. M. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC). USA: Mosby
Guyton &Hall. 2000. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
Keyman, Withfield. 2006. Dietary proteins intake in patients with hepatic encephalopahaty and chirrosis : current practice in NSW and ACT. Diakses pada tanggal 3 OKTOBER 2011 dari : http://www.healthsystem.virginia.edu/internet/digestive-
Krenitsky. 2002. Nutrition for patient with hepatic failure. Diakses tanggal 3 Oktober 2011. Dari: http://www.mja.com.au/public/issues/185_10_201106/hey10248_fm.pdf
Maryani, Sutadi. 2003. Sirosis hepatic. Medan : Bagian ilmu penyakit dalam USU
Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. (1994). Patofisiologi, konsep klinis prose

Tidak ada komentar:

Posting Komentar